Senin, 08 Desember 2008

INFLAMASI MIOPATI IDIOPATIK

Polimiositis dan dermatomiositis adalah inflamasi miopati idiopatik (IMI). Walaupun penyakit tersebut diakui dapat dibedakan dari penyakit jaringan ikat lainnya, namun sulit dibedakan dengan inflamasi otot yang menyertai penyakit otoimun. Polimiositis dan dermatomiositis jarang terjadi, insiden pertahun 5-10 kasus per sejuta. Peningkatannya terjadi pada dua dekade terakhir ini1. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada wanita dari pada pria pada semua kelompok umur.

Petanda klinis penyakit ini antara lain, menyerang anggota gerak bagian proksimal, kelemahan leher, kadang-kadang disertai dengan nyeri otot. Kelainan laboratorium yang ditemukan adalah peningkatan enzim kreatinin kinase, aldolase, laktat dehidrogenase dan transaminase, serta adanya gambaran khas pada elektromiografi (EMG). Nekrosis otot fokal, regenerasi dan inflamasi merupakan ciri khas kelainan patologi yang dijumpai. Terdapatnya ciri penyakit jaringan ikat seperti otoantibodi, sering ditemukan. Walaupun polimiositis dan dermatomiositis dianggap sebagai penyakit primer pada otot skeletal, dapat juga mengenai jantung, traktus gastro-intestinal, paru-paru, dan tempat lainnya termasuk sendi.

KLASIFIKASI

Klasifikasi penyakit ini secara umum didasarkan pada kombinasi antara kriteria klinik dan patologik serta umur pasien 2. Klasifikasi yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi inflamasi miopati idiopatik (IMI)

Tipe I

Tipe II

Tipe III

Tipe IV

Tipe V

Tipe VI

Tipe VII

Polimiositis idiopatik primer

Dermatomiositis idiopatik primer

Dermatomiositis atau polimiositis yang berhubungan dengan keganasan

Dermatomiositis atau polimiositis pada anak-anak

Polimiositis atau dermatomiositis yang berhubungan dengan penyakit jaringan ikat lainnya

Miositis inklusi bodi (Inclusion Body Myositis)

Campuran-eosinifilik miositis, miositis noduler terlokalisir, dan lainnya

Saat ini pengamatan terhadap beberapa otoantibodi spesifik pada miositis dihubungkan dengan munculan klinis yang berbeda, manifestasi diluar otot skeletal, perjalanannya, prognosis, respon terhadap pengobatan dan latar belakang genetik, sehingga menimbulkan dugaan, bahwa otoantibodi yang mengakibatkan perbedaan tersebut3. Tabel 2 memperlihatkan otoantibodi yang sering ditemukan dan hubungannya dengan perbedaan manifestasi klinis.

Inclusion body myositis (IBM) belum dimasukkan kedalam inflamasi miositis idiopatik. Pemisahan diagnostik IBM dari inflamasi miopati lainnya didasarkan pada terdapatnya vakuola sitoplasma yang khas dalam otot skeletal pada penyakit ini. Penderita dengan onset penyakitnya insidious dan progresif lambat, resisten terhadap pengobatan miositis, sering dijumpai mempunyai IBM setelah evaluasi secara langsung dan berulang terhadap biopsi otot

Tabel 2. Beberapa sindroma yang dihubungkan dengan otoantibodi spesifik pada miositis

Otoantibodi

Ciri khas gambaran klinis

DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Diagnosis diferensial polimiositis dan dermatomiositis dewasa mencakup daftar yang cukup luas yang berpengaruh terhadap otot. Seperti terlihat ini.

Diagnosis diferensial inflamasi miopati idiopatik

a. Gangguan neuro-muskular

· Distropi muskular genetik

· Atropi muskular spinal

·Neuropati: Guillain-Barre dan polineuropati otoimun lainnya, diabetes melitus, porpiria

· Miastenia gravis dan Eaton-Lambert Syndrome

· Amiotropik Lateral Sklerosis (ALS)

·Distropi miotonik dan miotonik lainnya

· Paralisis periodik familiar

b. Gangguan endokrin dan elektrolit

· Hipokalemia, hiper atau hipokalsemia, hipomagnesemia

·Hipotiroid, hipertiroid

· Sindroma Cushing, penyakit Addison

c. Miopati metabolik

· Paralisis periodik familier

· Gangguan metabolisme karbohidrat-penyakit McArdlle, defisiensi fosfofruktokinase, defisiensi maltase pada dewasa dan gangguan lainnya

· Gangguan metabolisme lipid, defisiensi karnitin, defisiensi karnitin-palmitol transferase

· Gangguan metabolisme purin, defisiensi mioadenilat deaminase

· Miopati mitokondria

c. Miopati toksik

· Alkohol

· Klorokuin dan hidroksiklorokuin

· Kokain

·Kortikosteroid

· D-penisilamin

· Ipekak

· Lovastatin dan obat penurun kadar lipid lainnya

· Zidovudin

·Infeksi

· Virus influenza,. EBV, HIV, Coxsackie virus

· Bakteri Stapilikokkus, streptokokkus, klostridium

· Parasit, toksoplasmosis, trikinosis, skistosomiasis, sistiserkosis

d. Campuran

· Polimialgia reumatika (PMR)

· Vaskulitis

· Sindroma eosinofilis mialgia

· Sindroma paraneoplastik

Riwayat penyakit yang lengkap, riwayat penyakit keluarga, pemeriksan fisik, EMG, biopsi otot dan pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang diperlukan untuk membuat diagnosis yang benar. Riwayat keluarga menderita dengan penyakit yang sama merupakan petunjuk penting bagi dokter untuk membuat diagnosis polimiositis atau dermatomiositis, karena penyakit tersebut jarang bersifat familier. Demikian pula bila gejala dan tanda mempunyai hubungan erat dengan latihan otot atau puasa, maka miositis lebih sedikit kemungkinannya bersifat genetik, tetapi cenderung bersifat gangguan metabolik.

ETIOPATOGENESIS

Etiopatogenesis inflamasi miopati idiopatik belum sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa penyebab yang terlibat dan mekanismenya telah diketahui. Predisposisi genetik mungkin berperan, sebagaimana diperlihatkan dengan peningkatan prevalensi beberapa antigen histokomptabilitas pada beberapa kelompok penderita polimiositis atau dermatomiositis. Apakah kasus drug induced”, IBM atau penyakit jaringan ikat atau miositis yang berhubungan dengan kanker mempunyai hubungan genetik yang sama belum diketahui. Penyakit ini jarang ditemui pada satu keluarga.

Pada kasus drug induced dan kasus yang jelas karena infeksi virus, tidak ada faktor etiologi yang jelas teridentifikasi. Beberapa obat yang menyebabkan terjadinya miopati telah disebutkan diatas. Beberapa petunjuk menimbulkan dugaan bahwa virus bertanggung jawab pada beberapa kasus. Pada beberapa kasus IBM, terdapat bukti keterlibatan virus4. Picorna virus telah diidentifikasi pada otot penderita polimiositis, dan pemeriksaan serologis juga membuktikan keterlibatan virus Coxsackie baik pada anak maupun dewasa 5,6. Pada penelitian yang dilakukan, tidak menemukan genom virus yang bertanggung jawab terhadap penyakit ini 7. Toksoplasmosis juga ditemukan pada polimiositis, tetapi pemeriksaan serologis menimbulkan dugaan bahwa toksoplasmosis hanya berperan pada miositis idiopatik 8.

Faktor otoimun diduga berperan penting, karena otoantibodi sering ditemukan pada penderita tersebut 3,9. Beberapa otoantibodi ditemukan pada epnderita miositis seperti anti Jo-1, anti PL-7, anti PL-12, anti EJ, anti OJ, anti Mi-2,anti-MAS, anti-Fer dan anti SRP (Slow Reacting Protein) yang spesifik untuk miositis10. Sedangkan otoantibodi lainnya seperti anti-Ro(SS-A), anti-La(SS-B), anti-RNP, anti-Sm, dan yang terkait dengan ANA dijumpai pada penyakit lain. Adanya otoantibodi miositis spesifik dapat membedakan kelompok penderita tersebut.

Tidak ada antibodi ini yang mungkin secara langsung bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan, karena antigen target terdapat intra seluler, dan tidak hanya terdapat pada sel otot, tetapi dijumpai pada semua sel. Dermatomiositis baik pada anak maupun dewasa ditemukan inflamasi perivaskuler dan disebut dengan istilah membrane attack complex of late complement component, sehingga menimbulkan dugaan bahwa kerusakan pembuluh darah dalam otot dan kulit berperan dalam patogenesis penyakit ini11. Pembuluh darah pada penderita dermatomiositis berkurang 12.

Walaupun imunitas seluler terhadap jaringan otot tidak terlihat secara nyata, pemeriksaan pada sediaan biopsi memperlihatkan CD8+ sitotoksik T limfosit merupakan sel yang banyak dijumpai sekitar sel otot yang terlibat13. Beberapa dari sel T ini dan juga makrofag mengekspresikan HLA kelas II pada permukaannya, menandakan sel ini dalam keadaan teraktivasi. Sebaliknya CD4+ sel T helper dan sel NK (Natural Killer) sedikit berlebihan dan lebih jauh letaknya dari serabut yang rusak baik pada polimiositis maupun pada IBM.

GAMBARAN KLINIK

Kelemahan pada otot proksimal merupakan gambaran dominan pada penyakit ini, walaupun bervariasi pada onset, progresifitas, dan beratnya penyakit. Pada beberapa penderita, keluhan timbul secara mendadak dan progresif sehingga penderita hanya bisa terbaring ditempat tidur, kadang-kadang penderita tersebut memerlukan ventilator dan slang nasogastrik untuk makanannya. Pada penderita lebih khas, kelemahan, malaise dan penurunan berat badan terjadi secara perlahan-lahan dalam beberapa bulan atau tahun, sehingga penderita tidak dapat mengetahui kapan penyakitnya mulai dirasakan. Pada sebagian kasus penyakit tersebut dapat mengalami remisi dan eksaserbasi secara spontan.

PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan utama penderita yang paling sering adalah keluhan pada panggul, mencakup kesukaran naik tangga, keluar dari mobil dan berdiri dari kursi tanpa bantuan tangan. Pada keadaan lebih lanjut dijumpai keluhan pada lengan seperti kesukaran mengangkat benda pada tempat yang lebih tinggi, memasang kancing baju dan menyisir rambut. Kelemahan pada otot fleksor anterior leher ditemukan pada separuh kasus, sehingga menimbulkan ketidak mampuan untuk mengangkat kepala sewaktu bangun tidur. Hal yang masih dipertanyakan, kurang dari 50% penderita mengalami nyeri otot, nyeri tekan, sekitar 1/5 penderita melaporkan sukar mengunyah dan meneguk, beberapa mengeluh nafasnya pendek, nyeri sendi, terasa mau jatuh, fenomena Raynaud’s, sembab pada wajah, demam ringan, kejang otot, palpitasi serta suara serak atau sengau.

Pada IBM terdapat serangan tanpa rasa sakit secara perlahan, bersifat bilateral, tetapi tidak simetris, kelemahan otot distal dan proksimal, progresif lambat dan relatif mempunyai respon jelek terhadap pengobatan standar yang digunakan untuk miositis. Sering ditemukan episode jatuh, sehingga dapat menimbulkan fraktur. Penderita IBM sering ditemukan pada laki-laki kulit putih, dan penyakit tersebut didiagnosis pada dekade kelima, enam atau ketujuh.

PEMERIKSAAN FISIK

Kelemahan otot anggota gerak diketahui dengan melakukan pemeriksaan fisik pada sebagian besar penderita. Kelemahan biasanya bersifat simetris dan difus. Otot-otot yang dikenai kadang-kadang nyeri pada palpasi atau mengalami atropi. Cara berjalan penderita sering lambat dan bergoyang seperti bebek. Kontraktur jarang ditemukan, namun bisa terjadi pada perjalanan penyakit yang progresif. Kelemahan otot wajah dan bola mata hampir tidak pernah terjadi, ini yang membedakan miopati dengam miastenia gravis dan beberapa miopati herediter lainnya. Tes untuk otot secara manual dan tes untuk kemampuan fungsional berguna sebagai pemeriksaan tambahan yang bermanfaan serta tes laboratorium. Hal tersebut membantu dalam mengorganisir pendekatan untuk mengikuti perkembangan penyakit respon pengobatan selama beberapa periode.

Pada IBM, gambaran klinik khas sepanjang perjalanan penyakit miopati adalah dijumpainya kelemahan dan atropi otot fokal. Pada IBM otot bagian distal lebih sering dikenai dibandingakn dengan polimiositis dan dermatomiositis, walaupun kelemahan bersifat bilateral. Kelemahan yang asimetris pun sering dijumpai. Kaki lebih sering dipengaruhi dan dikenai dibandingkan dengan lengan dan bagian anterior lebih sering dari bagian posterior. Beberapa pasien juga mengalami neuropati perifer ringan yang ditandai dengan hilangnya reflek tendon. Keadaan ini dapat dijumpai dengan melakukan pemeriksaan elektromiografi untuk membedakan dengan inflamasi miopati yang lain. Keterlibatan otot selain otot skeletal, paru, sendi dan jantung sering terjadi pada inflamasi miopati lainnya, namun jarang pada IBM.

Pada dermatomiositis, manifestasi kulit dapat timbul lebih dahulu, diikuti atau berkembang secara bersamaan dengan keterlibatan otot dengan derajat berat yang bervariasi. Kelainan patognominik pada kulit adalah berupa papula Gottron yang muncul pada hampir 1/3 penderita dengan dermatomiositis. Lesi ini ditemui pada bagian dorsal sendi interphalangeal tangan berupa papula violaceous dengan puncak yang datar. Pada daerah ini dapat terjadi atropi sentral dengan telangiektasia dan hipopigmentasi. Tanda Gottron lebih sering dijumpai, terdiri dari daerah eritema atau daerah yang bersisik dengan atau tanpa edema pada bagian dorsal sendi interphalangeal, atau metakarpophlangeal, siku lutut atau maleoli medialis. Eritema yang sama juga dapat dijumpai pada tendon ekstensor tangan. Lengan atas dan lengan bawah sering juga mengalami fotosensitifitas, Erupsi yang berwarna gelap, terutama pada daerah malar dan periorbita. Area V pada leher (sering disebut sebagai tanda V) serta pada bahu dan punggung (tanda Shawl). Pada kulit mungkin ditemui penipisan untuk karakteristik dengan daerah hiperpigmentasi dan hipopigmentasi yang dikenal dengan istilah poikiloderma. Ruam heliotrop ditemui pada beberapa tempat dengan warna ungu gelap dan sering terjadi pada daerah edema kelopak mata atas, terutama sepanjang garis palpebra. Hiperemia dan bintik kulit yang kasar mungkin ditemui pada pinggir dan ujung jari, suatu keadaan yang dikenal dengan nama tangan mekanik (mechanic hand). Daerah tempat tumbuh kuku sering menunjukkan pertumbuhan kulit yang berlebihan, eritema pada pinggir kuku dan telangiektasia. Kalsifikasi subkutis lebih sering dan lebih berat pada dermatomiositis anak, kadang-kadang muncul pada sindroma miositis dewasa.

Keterlibatan jantung tidak sering, namun memberikan kontribusi yang bermakna terhadap angka kematian. Hampir 50% penderita mengalami disritmia, penyakit jantung kongestif atau gangguan hantaran yang terlihat pada pemeriksaan EKG, hipertropi ventrikel atau perikarditis.

Penyakit paru dapat terjadi sebagai akibat dari kelemahan otot pernafasan, kelainan intrinsik paru atau akibat aspirasi. Tes fungsi paru yang abnormal ditemui pada 50% penderita. Kelainan yang sering ditemui adalah pengurangan volume paru, gangguan kapasitas difusi serta gangguan oksigenasi arteri. Fibrosis interstitial paru dilaporkan terjadi 5-10% dari penderita, tetapi lebih sering ditemui pada penderita yang mempunyai otoantibodi anti-sintetase (Anti-Jo-1). Kesulitan menelan, regurgitasi nasal dan disfagia esophagus serta refluk sering ditemui terutama pada kasus yang berat. Artritis non destruktif yang ringan bisa timbul pertama kali, juga dapat terlihat artropati yang berhubungan penurunan nafsu makan.

Keganasan lebih sering ditemui pada penderita dengan polimiositis dan dermatomiositis. Risiko relatif ditemui berkisar 1,8% untuk pria dan 1,7% untuk wanita dengan polimiositis dan sebanyak 2,4% untuk pria dan 3,4% wanita dengan dermatomiositis pada penelitian yang dilakukan terhadap penduduk Skandinavia14. Onset kejadian yang bersamaan kedua penyakit ini jarang ditemukan. Yang paling penting bagi seorang klinikus adalah bagaimana melakukan pendekatan terhadap pasien baru yang mengalami inflamasi miopati. Melakukan suatu pemeriksaan fisik yang teliti, termasuk pemeriksaan rektal dan pelvis pada wanita serta melakukan pemeriksaan laboratorium dasar, termasuk pemeriksaan yang dianjurkan pada penderita dengan kelompok umur tertentu (seperti mamografi atau kolonoskopi) akan dapat mendeteksi sebagain besar keganasan yang muncul saat diagnosis miosisits ditegakkan. Hal ini sebaiknya diikuti oleh pemeriksaan yang teliti pada setiap temuan yang abnormal, skrining radiologi yang membabi buta tidak akan memuaskan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Sebagian hasil pemeriksaan laboratorium rutin nilainya dalam batas normal, dengan pengecualian terjadinya peningkatan kadar enzim yang berhubungan dengan aktivitas otot. Terjadi peningkatan secara nyata kadar enzim transaminase, kreatinin kinase, laktat dehidrogenase, dan/atau aktivitas aldolase selama perjalanan penyakit tersebut. Peningkatan enzim tersebut dapat mencapai 100 kali diatas normal. Kadar enzim serum dapat juga dijumpai dalam batas mormal, namun ini jarang dijumpai. Mioglobinemia, mioglobinuria dan kreatinuria sering ditemukan.

Pada IBM, kadar kreatinin kinase meningkat tidak lebih dari 4-5 kali dari harga normal. Otoantibodi termasuk ANA dan ENA dapat muncul pada IBM, namun otoantibodi spesifik seperti anti-Jo-1 antibodi yang ditemui pada miositis, tidak ditemui pada penderita IBM.

Pemeriksaan EMG dan kecepatan hantaran pada saraf bermanfaat untuk menetapkan diagnosis dan untuk menyingkirkan penyakit otot akibat denervasi. Kelainan yang ditemukan pada inflamsi miopati idiopatik adalah: amplitudo kecil, durasi pendek, polifasik motor unit potensial, fibrilasi spontan, puncak positif pada saat istirahat, peningkatan iritabilitas, bizarre, komplek frekuensi cepat, tanpa ada neuropati, kecuali pada IBM.

PATOLOGI

Biopsi otot biasanya dilakukan atas indikasi untuk menegakkan diagnosis. Penentuan tempat biopsi dan proses pembuatan preparat yang tepat sangatlah penting. Otot yang akan dibiopsi haruslah berada pada tingkat kelemahan sedang tanpa adanya atropi yang berat, trauma (tidak ada injeksi intra muskuler) atau masuknya jarum elektromiografi. Otot quadrisep, deltoid, dan otot bisep paling sering dipilih, karena selain sering dikenai, otot tersebut lebih mudah untuk diperiksa. Pemeriksaan jaringan menunjukkan proses radang lokal atau difus yang terdiri dari limfosit dan makrofag yang mengelilingi serat otot dan pembuluh darah kecil. Sel otot memperlihatkan gambaran degenerasi dan regenerasi yang bervariasi dalam ukuran serat, nekrosis serat basofilia jaringan dengan inti yang terletak ditengah. Atropi serat sering lebih berat terjadi pada daerah pinggir otot, sehingga menyebabkan atropi perivaskuler yang khas. Fibrosis interstitial yang meluas dan perpindahan lemak sering terjadi pada kasus yang kronik. Oleh karena kelainan patologi dapat bersifat sangat fokal, kadang-kadang kelainannya tidak terdiagnosis pada saat biopsi. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat menunjukkan proses inflamasi otot serta dapat membantu dalam menentukan lapangan/ daerah biopsi pada kasus-kasus yang sulit 15.

IBM mempunyai ciri patologis dan imunologis yang mirip dengan neuropati inflamasi lainnya16. Vakuola atau inklusi IBM yang khas dikelilingi oleh matrik granular yang paling baik dilihat dengan sediaan beku (frozen section) otot dan diwarnai dengan trichrome Gomori. Pada pemeriksaan yang lebih lanjut ditemui nukleus tipikal dan filamen sitoplasma serta lingkaran membran. Biopsi otot biasanya memperlihatkan sel inflamasi kronik tanpa adanya atropi perivaskuler, kapiler menunjukkan abnormalitas, terdapat peningkatan ekspresi MHC kelas I pada miosit yang berhubungan erat dengan sel radang dan CD8+ sel T limfosit. Meskipun penemuan ini serta gejala klinik yang jelas pada penderita IBM atau IBM dengan miopati inflamasi lainnya seperti polimiositis, masih tidak begitu jelas, sebagaimana halnya batas antara miopati non inflamasi pada distropi muskular okulopharingeal.

PENGOBATAN

Pengobatan untuk dermatomiositis dan polimiositis biasanya menggunakan kortikosteroid dosis tinggi setiap hari17. Pada penelitian retrospektif dengan membandingkan antara pemberian kortikosteroid dosis tinggi & rendah dan dengan/tanpa kortikosteroid, tidak ada memperlihatkan pengaruh pengobatan terhadap harapan hidup. Steroid bagaimanapun juga menurunkan proses inflmasi, memperpendek waktu untuk pemulihan enzim otot dan menurunkan morbiditas. Pengobatan biasanya dimulai dengan dosis kortikosteroid sebanyak 1-2 mg/kgbb/hari sampai terjadi perbaikan dan serum kreatinin kinase menjadi normal, dimana pemberian ini dapat mencapai beberapa bulan. Dosisnya kemudian diturunkan, lebih baik diberikan secara ganti hari, beberapa penderita memerlukan pengobatan pemeliharaan (maintenance). Pemberian kortikosteroid ganti hari dapat mengurangi efek samping, namun sayangnya tidak luas dipergunakan cara ini. Untuk memantau aktivitas penyakit adalah dengan melakuka tes fungsional terhadap penderita tersebu. Kadar serum kreatinin kinase dan/atau aldolase biasanya paralel dengan aktivitas penyakit, kadang-kadang terjadi peningkatan yang menetap pada serum tersebut, walaupun penyakitnya tidak aktif lagi. Sebaliknya proses inflamasi yang aktif dapat ditunjukkan dengan melakukan biopsi, walaupun aktivitas enzim otot berada pada kadar normal.

Sekitar ¾ dari penderita memperlihatkan respon yang baik terhadap pengobatan dengan steroid saja. Penderita yang refrakter dengan steroid atau tidak dapat menerima steroid dosis tinggi, memerlukan tambahan obat seperti imunosupresif lainnya. Metotreksat mempunyai efektifitas yang sama antara pemberian oral dan parenteral. Dosis permulaan adalah sebanyak 7,5mg/minggu, namun kadang-kadang ada yang membutuhkan sampai 25mg/minggu. Obat lainnya adalah azatioprin dengan dosis 50-150mg/hari. Siklofosfamid oral dan klorambusil juga dilaporkan bermanfaat pada penyakit ini.

Sekitar 5-10% penderita tidak berespon terhadap steroid dan obat imunosupresif. Plasmaferesis dan leukaferesis juga tidak berguna pada penderita ini18. Dilaporkan pemberian metotreksat oral dan klorambusil atau siklosporin A cukup menjanjikan, sebagaimana pengobatan dengan pemberian gamma globulin19. Rash pada kulit tidak mempunyai respon yang baik dengan pengobatan, keterlibatan otot bisa mempunyai respon dengan hidroksiklorokuin. Diperlukan latihan secara bertahap pasca inflamasi, latihan awal yang berlebihan setelah proses inflamasi dapat menyebabkan rhabdomiolisis. Tidak ada pengobatan untuk keterlibatan jaringan intersititiel paru dan jantung.

PROGNOSIS

Pada awal penelitian didapatkan angka harapan hidup mendekati 50% setetah 6-7 tahun diagnosis ditegakkan.. Penelitian baru-baru ini mendapatkan angka harapan hidup mencapai 70-80%, hal ini mungkin disebabkan oleh diagnosis yang lebih dini dan pengobatan yang lebih baik. Morbiditas dan komplikasi akibat penggunaan obat tetap merupakan masalah yang cukup mendasar. Penderita dengan onset pada umur >45 tahun, wanita dan kulit hitam mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, sebagaimana juga keterlibatan paru-paru dan jantung.

Karena deskripsi IBM dibuat secara terpisah, tidak ada perbaikan pengobatan biasanya efektif terhadap inflamasi idiopatik lainnya sebagai hasil dari ciri khas pengobatan polimiositis yang resisten. Tidak ada data yang dipublikasikan, tetapi steroid jarang menimbulkan perbaikan terhadap IBM.

Pada artritis reumatoid dan SLE miositis biasanya ringan dan bersifat asimptomatik. Pada skleroderma dan penyakit jaringan ikat campuran, miositis dapat berat, sehingga memerlukan pengobatan. Miositis pada keganasan memberikan respon selama pengobatan keganasan itu sendiri, walaupun rash bersifar refrakter terhadap pengobatan tersebut.

MIOPATI GENETIK DAN METABOLIK LAINNYA

Banyak faktor yang dapat menimbulkan tanda dan gejala yang menyerupai miositis idiopatik pada dewasa dan dapat sangat sukar untuk membuat diagnosis dan pengobatannya20.

Beberapa penderita membutuhkan pemeriksaan biokimia atau molekuler khusus yang hanya terdapat pada beberapa pusat penelitian (center). Sebagian besar miopati ini telah diklasifikasikan sebagai miopati metabolik termasuk kedalamnya penyakit yang berhubungan dengan kelainan glikogen, lemak atau metabolisme mitokondria, atau sebagai distropi otot, termasuk kedalamnya sindroma dengan ciri khas terjadinya kelemahan dan atropi otot yang progresif, sering keadaan ini ditemuiu pada jenis kelamin tertentu atau bersifat familier.

Penyakit cadangan glikogen yang disebabkan oleh kelainan sintesa glikogen, degradasi atau glikolisis menunjukkan peningkatan deposisi glikogen pada otot yang ditandai dengan terdapatnya vakuola dalam miosist dan dapat dilihat dengan pewarnaan PAS (Periodic Acid Schiff). Hal yang berperanan dalam perjalanan klinis serta pemeriksaan diagnostik terhadap aktivitas enzim atau sediaan beku spesimen otot, ischemic forearm exercise test” yang segar juga berguna untuk membedakan berbagai miopati metabolik. Tes ini disiapkan dengan mengukur asam laktat dalam darah, ammonia, kemudian dipasang manset tensimeter pada lengan dan diberi tekanan minimal 20 mmHg diatas tekana systole, sementara penderita tersebut memegang suatu benda dengan sangat kuat setiap dua detik selama 90 detik. Pada saat manset dibuka, kembali diambil sample darah untuk pemeriksaan asam laktat dan ammonia 1,3 dan 5 menit kemudiannya. Asam laktat dan amonia meningkat paling kurang sebanyak 3 kali dari keadaan basal.

Bentuk yang paling sering dari penyakit penimbunan glikogen yang dapat meragukan dengan miositis idiopatik adalah sebagai berikut:

1. Defisiensi asam maltosa onset dewasa, penyakit otosomal resesif dengan gangguan pada saat latihan sering mengalami insufisiensi sistim respirasi, peningkatan ringan enzim kreatinin kinase, kelemahan bertahap anggota gerak, EMG miopatk, tes iskemik lengan bawah normal, serta miopati vakuola pada biopsi.

2. Defisiensi miofosforilase, penyakit otosomal resesif (penyakit Mc Ardlle) ditandai dengan peningkatan enzim kreatinin kinase, kelemahan timbul setelah latihan, mialgia, kram otot, kelemahan, kadang-kadang mioglobinuria, tidak ditemukan peningkatan asam laktat setelah latihan iskemik lengan bawah.

3. Defisiensi fosfofruktokinase, bersifat otosomal resesif, gejala mirip dengan penyakit difisiensi miofosforilase, hanya sering ditemui nausea, vomitus setelah latihan, kadang dapat ditemui anemia hemolitik, jarang ditemui fenomena second wind. Kelainan metabolisme lemak dan zat pembawa melewati membran mitokondria termasuk defisiensi Carnitin palmitoil transferase (CPT) dan defisiensi karnitin sering ditandai dengan kelemahan anggota gerak dan badan dengan ditemukannya Oil red O-positive tetesan lemak pada biopsi otot. Miopati mitokondria merupakan gangguan klnis yang berbeda dan jarang serta secara histopatologi mempunyai karakteristik yang dikenal dengan ragged red fiber (mengandung akumulasi mitokondria abnormal diperifer dan mitokondria intermiofibrilar). Distropi muskular adalah sekelompok sindroma dengan peningkatan sedang kadar kreatinin kinase, EMG misi kadan-kadang menunjukkan proses radang, sehingga sukar dibedakan dari inflamasi miopati. Dengan dijumpainya gen besar pada kromosom X yang mempunyai kode 425 kDa monosit membran protein distropin merupakan suatu penemuan yang baru yang mencantumkan distropi Duchenne Becker secara molekuler. Gangguan ini disebabkan oleh abnormal terbatas, atau tidak adanya distropin. Distropi X-linked juvenile onset ini dapat membingungkan dengan miositis juvenile. Gambaran genetik yang berbeda, frekuensi kasus secara spontan, dan variasi ekspresi serta perjalanan penyakit memberi kontribusi terhadap ketidak mengertian penyakit muskuular distropi yang jarang terdapat pada dewasa. Bentuk tersebut kadang-kadang membingungkan terhadap miositis idiopatik onset pada dewasa seperti :

a. Distropi fascioscapulohumeral (1 dalam 100.000 kelahiran), bersifat otosomal dominant, perjalanan, ekespresi dan onset pada usia remaja dan dewasa muda. Sering dijumpai kelemahan pada wajah, bahu, lengan proksimal, ditemukan flu like syndrome, peningkatan kreatinin kinase sampai 5 x normal, pada biopsi otoot ditemukan tanda peradangan. Beberapa penderita mempunyai respon yang baik dengan steroid.

b. Limb-Girdle dystrophy, otosomal resesif, kelemahan progresif pada bahu dan pelvis, tapi jarang pada otot wajah.

c. Miotonik distropi (13 kasus per 100.000 kelahiran), penyakit otosomal dominant onset pada dewasa, ditandai dengasn relaksasi yang lambat otot menjadi kaku (miotonia).Kelemahan terjadi pada wajah dengan ptosis, kelemahan anggota gerak bagian distal, sering mengalami gangguan sistemik seperti jantung pernafasan dan sistim pencernaan, kelebihan aktivitas secara EMG, dan miofibrosis yang rusak pada 70% kasus. Pengobatan dengan fenitoin atau quinine dapat memperbaiki miotonia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Oddis CV, Conte CG, Steen VD, et al. Incidence of Polymiositis-dermatomyositis: a 20-year study of hospital diagnosed cases in Allegheny County. PA 1963-1982. J. Rheumatol 17:1329-1334,1990

2. Bohan A, Peter JB, Bowman RL, et al: Computer-assisted analysis of 153 patients with polymyositis and dermatomyositis. Medicine (Baltimore)56:255-286, 1977

3. Love LA, Leff RL, Fraser DD, et al: A new approach to the classification of idiophatic inflammatory myopathy: myositis-specific autoantibodies define useful homogeneous patient groups. Medicine (Baltimore) 70:360-374, 1991

4. Nishini H, Engel AG, Rima BK: Inclusion body myositis: the mumps virus hypothesis. Ann neurol 25:260-264, 1989

5. Christensen ML, Pachman LM, Schneiderman R, et al: Prevalwnce of coxsakie B virus antibodies in with juvenile dermatomyositis. Arthritis Rheum 29:1365-1370, 1989

6. Traver RL, Hughes GRV, Cambridge G,et al: Coxsakie B neutralization titres in polymyiositis/ dermatomyositis. Lancet 1:1268-1277, 1977

7. Leff RL, Love LA, Miller FA, et al: Viruses in idiopathic inflammatory myopathies: abcence of candidate viral genomes in muscle. Lancet 339:1192-1195, 1992

8. Magid SK, Kgen LJ: Serologic evidence for acute toxoplasmosis in polymyositis-dermatomyositis. Increased frequency specific anti toxoplasmosis IgM antibodies. Am J Med 75:313-320, 1983

9. Reichlin M, Arnet FJ Jr: Multiplicity of antibodies in myositis sera. Arthritis Rheum 27:1150-1156, 1983

10. Targoff IN; Immune mechanisms in myositis. Curr Opin Rheumatol 2:882-888, 1990

11. Kissel JT, Mendell JR, Rammohan KW: Microvascular deposition of complement membrane attack complex in dermatomyositis. N Engl J Med 314:329-334, 1986

12. De visser M, Emslie-Smith AM, Engel AG: Early ultrastructural alterations in adult dermatomyositis. Capillary abnormalities precede others structural changes in muscle. J Neurol Sci 94:181-181-192, 1989

13. Engel AG, Arahata K: Mononuclear cells in myopathies: quantitation of functionally distinc subsets, recognition of antigen-specific cell-mediated citotoxicity in some diseases, and implication for the pathogenesis of the different inflammatory myopathies. Hum Pathol 17:704-721, 1986

14. Sigurgeirsson B, Lindelof B, Edhag O, et al: Risk of cancer in patients with dermatomyositis or polymyositis. A population-based study. N Engl J Med 326:363-367, 1992

15. Fraser DD, Frank JA, Dalakas M, et al: Magnetic resonance imaging in the idiopathic inflammatory myopathies. J Rheumatol 18:1693-1700, 1991

16. Lotz BP, Engel AG, Nishino H, et al: Inclusion body myositis. Observations in 40 patients. Brain 112:727-747, 1989

17. Oddis CV, Medsger TA: Current management of polymyositis and dermatomyositis. Drugs 37:382-390, 1989

18. Miller FW, Leitman SF, Cronin ME, et al: Controlled trial of plasma excange and leukapheresis in polymyositis and dermatomyositis. N Engl Jmed 326:1380-1384, 1992

19. Cherin P, Herson F, Wechster B, et al: Efficacy of intravenous gammaglobulin therapy in chronic refractory polymyositis and dermatomyositis: an open study with 20 adult patients. Am J Med 91:162-168, 1991

20. Wortmann R: Metabolic diseases of muscle. Arthritis and allied Conditions, 11th ed. Edited by Daniel J McCarry. Philadelphia, Lea & Febiger, 1989, pp 1778-1797

1 komentar:

Azani mengatakan...

WASPADAaaa KELAS DEWAaaaa ASBES RUMAH SANGAT BAHAYA

»»»LIHAT BERITANYA DISINI

GAK BACA PASTI NYESEL DEH. JANGAN SAMPE KETINGGALAN INpO PENTING INI cob